Saudaraku, harga kepercayaan itu begitu mahal. Taruhannya kehormatan dan harga diri. Inilah rahasia hidup paling rumit. Seperti seorang istri melepas suami keluar rumah, ia sedang menaruh kepercayaan. Suami meninggalkan istri di rumah, ia menaruh kepercayaan. Orang tua melepas putrinya bekerja atau kuliah, ia menaruh kepercayaan. Sahabat menceritakan sisi hidupnya yang paling dalam, ia sedang menaruh kepercayaan.
Dan, kepercayaan itu bisa hancur. Kehormatan dan harga diri yang dipercaya pun bisa rusak. Ya, ketika yang dipercaya berani khianat. Ketika suami mengkhianati kepercayaan istri. Istri mengkhianati kepercayaan suami. Anak mengkhianati kepercayaan orang tua. Sahabat mengkhianati kepercayaan sahabatnya. Maka kepercayaan itu hilang. Kehormatan dan harga diri itu hancur.
Dalam dunia pimpin memimpin pun demikian. Pada mulanya mempercayakan kemudian menunggu bukti. Contohnya rakyat memilih pemimpinnya berarti ia sedang menaruh kepercayaan, hingga ia melihat pemimpin mampu memegang amanah atau tidak.
Lebih dari hilangnya kepercayaan, seorang muslim sangat paham bahwa kelak ada pertanggungjawaban. Apapun peran-peran kita. Kecil atau besar. Bahkan peran diri yang tak melibatkan orang lain. Ya, kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang kita lakukan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin. Dan kalian akan bertanggungjawab atas yang kalian pimpin.”
Ya, setiap diri. Setiap kita. Tanpa terkcuali. Atas diri sendiri kita dimintai tanggungjawab. Bisa jadi tentang umur-umur kita, dihabiskan untuk apa. Bisa jadi tentang rizki yang kita dapatkan, darimana didapat dan bagaimana pembelanjaannya. Dan semua tentang. Apapun. Demikian dengan peran-peran social kita. Sebagai suami, istri, pejabat, tetangga, dll.
Dimana pun. Atas apa pun semua akan kita pertanggungjawabkan. Itulah pentingnya kita waspada agar tidak lalai. Ya, agar tak berkata atas nama ini dan itu kita abai pada kewajiban kita. Atas nama sibuk misalnya, tak sempat berhenti sesaat untuk sholat. Meluangkan waktu untuk sholat lebih sulit ketimbang ngobrol. Problem ini bukan problem setiap kita. Ini problem sebagian saja. Sebagian kita.
Sungguh, sebenarnya sibuk bekerja bukanlah hal yang salah. Bekerja keras bukan kesalahan. Sebaliknya, sebagai muslim kita diperintahkan untuk bekerja keras, amanah dan professional. Tapi kerena kita muslim, maka kesibukan apapun tidak boleh menjadi penghalang pelaksanaan perintah-perintahNya. Ya, kesibukan harus tidak boleh menjadi penghalang ibadah-ibadah kita.
Sumber : Blog BMH.
Dan, kepercayaan itu bisa hancur. Kehormatan dan harga diri yang dipercaya pun bisa rusak. Ya, ketika yang dipercaya berani khianat. Ketika suami mengkhianati kepercayaan istri. Istri mengkhianati kepercayaan suami. Anak mengkhianati kepercayaan orang tua. Sahabat mengkhianati kepercayaan sahabatnya. Maka kepercayaan itu hilang. Kehormatan dan harga diri itu hancur.
Dalam dunia pimpin memimpin pun demikian. Pada mulanya mempercayakan kemudian menunggu bukti. Contohnya rakyat memilih pemimpinnya berarti ia sedang menaruh kepercayaan, hingga ia melihat pemimpin mampu memegang amanah atau tidak.
Lebih dari hilangnya kepercayaan, seorang muslim sangat paham bahwa kelak ada pertanggungjawaban. Apapun peran-peran kita. Kecil atau besar. Bahkan peran diri yang tak melibatkan orang lain. Ya, kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang kita lakukan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin. Dan kalian akan bertanggungjawab atas yang kalian pimpin.”
Ya, setiap diri. Setiap kita. Tanpa terkcuali. Atas diri sendiri kita dimintai tanggungjawab. Bisa jadi tentang umur-umur kita, dihabiskan untuk apa. Bisa jadi tentang rizki yang kita dapatkan, darimana didapat dan bagaimana pembelanjaannya. Dan semua tentang. Apapun. Demikian dengan peran-peran social kita. Sebagai suami, istri, pejabat, tetangga, dll.
Dimana pun. Atas apa pun semua akan kita pertanggungjawabkan. Itulah pentingnya kita waspada agar tidak lalai. Ya, agar tak berkata atas nama ini dan itu kita abai pada kewajiban kita. Atas nama sibuk misalnya, tak sempat berhenti sesaat untuk sholat. Meluangkan waktu untuk sholat lebih sulit ketimbang ngobrol. Problem ini bukan problem setiap kita. Ini problem sebagian saja. Sebagian kita.
Sungguh, sebenarnya sibuk bekerja bukanlah hal yang salah. Bekerja keras bukan kesalahan. Sebaliknya, sebagai muslim kita diperintahkan untuk bekerja keras, amanah dan professional. Tapi kerena kita muslim, maka kesibukan apapun tidak boleh menjadi penghalang pelaksanaan perintah-perintahNya. Ya, kesibukan harus tidak boleh menjadi penghalang ibadah-ibadah kita.
Sumber : Blog BMH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar