Mengenai Saya

Foto saya
Suka Nulis, walaupun ada yang bilang tulisanku gak bagus, tapi mencoba lebih baik. Berbuat salah itu biasa, tapi mengakui kesalahan itu yang luar biasa, Best Regards.

Jumat, 29 April 2011

JAGUNG TRANSGENIK

Jagung Transgenik di Negara Eropa


Jagung transgenik mampu bertahan dari penggerek jagung Eropa, telah menyelamatkan miliaran dolar para petani Midwest dekade lalu, demikian laporan sebuah studi baru di Science.
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa universitas di Midwest menunjukkan bahwa penekanan hama ini telah menyelamatkan 3,2 miliar dolar bagi petani jagung di Illinois, Minnesota dan Wisconsin selama 14 tahun terakhir, dan menyelamatkan lebih dari 2,4 milyar dolar bagi petani jagung non-Bt. Demikian pula dengan Iowa dan Nebraska yang menyelamatkan 3,6 milyar dolar, dengan menyelamatkan pula 1,9 milyar bagi petani jagung non-Bt.

Jagung transgenik direkayasa untuk mengekspresikan protein insektisida dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt). Jagung Bt telah diadopsi secara luas dalam pertanian AS sejak komersialisasinya pada tahun 1996. Pada tahun 2009, jagung Bt merupakan 63 persen dari tanaman di AS.

Ngengat penggerek jagung tidak bisa membedakan antara jagung Bt dan non-Bt, jadi penggerek betina bertelur di kedua jenis bidang. Setelah telur menetas dalam jagung Bt, larva penggerek muda yang memakan jagung tersebut akan mati dalam waktu 24 hingga 48 jam.
Manfaat utama dari penanaman jagung Bt mengurangi resiko kehilangan panen, dan berhektar-hektar tanaman jagung Bt menerima manfaat ini setelah petani membayar biaya teknologi jagung Bt. Tetapi sebagai akibat dari penekanan hama secara meluas, maka jagung non-Bt juga ikut terselamatkan dari resiko kehilangan panen, tanpa mengeluarkan biaya teknologi Bt, dan dengan demikian menerima lebih dari setengah manfaat dari pertumbuhan jagung Bt di wilayah tersebut.
“Kami telah mengasumsikan beberapa waktu di mana manfaat ekonomi bisa diperoleh, bahkan di antara produsen yang memilih untuk tidak menanam hibrida Bt,” kata penulis mitra studi, Mike Gray, ahli entomologi Extension Universitas Illinois  dan profesor di Department of Crop Sciences. “Namun, setelah dihitung, besarnya manfaat ini bahkan lebih mengesankan.”
Selama beberapa tahun terakhir, ahli entomologi dan produsen jagung telah memperhatikan kerapatan yang sangat rendah pada penggerek jagung Eropa di Illinois. Bahkan, kerapatan di Illinois telah mencapai titik terendah bersejarah ke titik di mana banyak yang mempertanyakan status hamanya, kata Gray.
“Sejak diperkenalkannya jagung Bt, awalnya difokuskan terutama pada penggerek jagung Eropa, banyak ahli entomologi dan ekologi telah bertanya-tanya apakah penekanan populasi hama di area yang luas pada akhirnya akan terjadi,” kata Gray. “Seperti yang ditunjukkan penelitian, penekanan hama secara luas telah terjadi dan secara dramatis mengurangi kerugian tahunan sekitar 1 miliar dolar sebelumnya yang disebabkan oleh penggerek jagung Eropa.” Informasi ini juga menyediakan insentif bagi petani untuk menanam jagung non-Bt di samping jagung Bt.

“Manfaat ekonomi dan lingkungan berkelanjutan dari teknologi ini akan bergantung dari pengelolaan berkelanjutan oleh produsen dalam menjaga jagung non-Bt untuk meminimalkan risiko evolusi spesies hama tanaman ke arah resistensi terhadap Bt,” kata Gray.
 
Penelitian ini berjudul “Areawide Suppression of European Corn Borer with Bt Maize Reaps Savings to Non-Bt Maize Grower”, akan muncul di Science edisi 8 Oktober. Pemimpin peneliti adalah Bill Hutchison dari Universitas Minnesota. Kolaborasi penulis termasuk Eric Burkness dan Roger Moon dari Universitas Minnesota, Paul Mitchell dari Universitas Wisconsin, Tim Leslie dari Universitas Long Island, Shelby Fleischer dari Universitas Pennsylvania State, Mark Abrahamson dari Departemen Pertanian Minnesota, Krista Hamilton dari Departemen Pertanian Wisconsin, Perdagangan dan Perlindungan Konsumen, Steffey Kevin dan Mike Gray dari  Universitas Illinois, Rick Hellmich dari USDA-ARS, Von Kaster dari Syngenta Seeds Inc, Hunt Tom dan Bob Wright dari Universitas Nebraska, Pecinovsky Ken dari Universitas Iowa State, Tom Rabaey dari General Mills Inc, Brian Flood dari Del Monte Foods, dan terakhir, Earl Raun dari Pest Management Company. (sumber Fakta Ilmiah.com)


Jagung Transgenik dan   Perkembangan di Indonesia


Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi.Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan jagung
harus dilakukan impor, terutama dari Amerika.



Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun 2010 akan terus meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan ditiadakan.

Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik.


Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupu melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik akan menjadiandalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang.
Seperti diketahui, pemuliaan secara konvensional mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan sifat unggul dari tanaman. Dalam rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik.
Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis (Herman 1997).



Kendala pemanfaatan sumber genetik dalam pemuliaan konvensional dapat diatasi melalui rekayasa genetik yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai daya hasil tinggi dan tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Penggunaan teknologi rekayasa genetik pada tanaman jagung berkembang pesat setelah pertama kali Gordonn-Kamm et al. (1990) berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik yang fertil. Hal ini merupakan terobosan dalam pengembangan dan pemanfaatan plasma nutfah dalam penelitian di bidang biologi tanaman jagung. Teknologi rekayasa genetik merupakan teknologi transfer gen dari satu spesies k spesies lain, di mana gen interes berupa suatu fragmen DNA (donor gen) ditransformasikan ke dalam sel atau tanaman inang (akspetor gen) untuk menghasilkan tanaman transgenik yang mempunyai sifat baru. Terdapat dua metode dalam pemanfaatan teknologi transfer gen, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Metode transfer gen secara langsung diantaranya adalah:


a. Elektroforasi (electroporation)
Metode ini menggunakan protoplas sebagai inang. Dengan bantuanpolyetilen glikol (PEG), DNA interes terpresipitasi dengan mudah dan kontak dengan protoplas. Setelah dilakukan elektroforasi dengan voltase yang tinggi permeabilitas protoplas menjadi lebih tinggi, sehingga DNA melakukan penetrasi ke dalam protoplas.


b . Penembakan partikel (Particle bombardment), yaitu teknologi yang menggunakan metode penembakan partikel atau gen gun. DNA yang melapisi partikel ditembakkan secara langsung ke dalam sel atau jaringan tanaman (Klein et al.1988). Partikel yang mengandung DNA tersebut menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA berdifusi dan menyebar di dalam sel secara independen. Metode transformasi dengan penembakan partikel pertama kali diaplikasikan pada jagung
oleh Gordon-Kamm et al.


c. Karbid silikon (silicon carbide), yaitu teknologi transfer gen di mana suspensi sel tanaman inang dicampur dengan serat karbid silikon yang mengandung DNA plasmid dari gen interes, kemudian dimasukkan kedalam tabung mikro dan dilakukan pemutaran dengan vortex. Serat silikon karbida berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro injection) untuk memudahkan perpindahan DNA ke dalam sel tanaman. Metode ini telah digunakan dan menghasilkan tanaman jagung transgenik yang
fertil (Kaeppler et al. 1990)


Ishida et al. (1996) telah berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik yang fertil. Tanaman jagung yang digunakan sebagai eksplan adalah genotipe A188 dan hasil persilangan A188 dengan genotipe lainnya.  Dengan tingkat frekuensi yang tinggi, yaitu antara 5% dan 30%, hampir semua
tanaman jagung transgenik yang didapatkan mempunyai morfologi yang normal dan lebih dari 70% merupakan tanaman fertil. Setelah dilakukan analisis secara molekuler dan genetik, turunan dari tanaman jagung transgenik mempunyai stabilitas dalam integrasi dan ekspresi. Copy number dari gen tertransfer yang terintegrasi adalah satu dan dua kopi, hanya sediki yang mengalami rearrangement. (sumber : Sustiprijatno: Jagung Transgenik dan Perkembangan Penelitian di Indonesia)



Perkembangan Jagung Transgenik Di Provinsi Gorontalo


Provinsi Gorontalo sedang mengembangkan jagung transgenik yang merupakan jagung hasil rekayasa genetika. Jagung transgenik dinilai dapat meningkatkan produksi jagung hingga tiga kali lipat dibanding jagung lokal. Selain itu, biaya pemeliharan dan perawatan tanaman jagung dapat ditekan.

Menurut Kepala Badan Pusat Informasi Jagung (BPIJ) Gorontalo Muljady D Mario, izin penerapan jagung transgenik sudah diajukan ke Komisi Keamanan Hayati Nasional dan Komisi Lingkungan Hidup Nasional. Jika izin turun atau diperbolehkan, pihaknya akan segera melakukan pengujian terbatas yang bekerja sama dengan Universitas Negeri Gorontalo.
 
“Jagung transgenik merupakan jagung yang benihnya didapat dari rekayasa genetika. Sifat- sifat yang ditanamkan pada benih jagung ini adalah tahan terhadap hama, pestisida, dan juga tahan jika kondisi tanah kekurangan air,” kata Muljady, Rabu (2/3/2011) di Gorontalo.
Keunggulan jagung transgenik dibanding jagung lokal, kata Muljady, adalah produktivitasnya lebih tinggi dari jagung lokal. Dalam luasan lahan satu hektar, jagung transgenik mampu menghasilkan 12-15 ton. Sementara jagung lokal hanya mampu memproduksi 3-4 ton per hektar. “Biaya pemeliharaan jagung transgenik juga lebih murah karena jenis ini lebih tangguh terhadap serangan hama dan pengaruh pestisida,” ucap Muljady.(sumber : Kompas.com)




















Tidak ada komentar: