Latar Belakang
Berbagai upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan pengangguran telah lama dilakukan oleh Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program nasional. Dengan dimulai pada tahun 1994, Pemerintah menjalankan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian dilanjutkan dengan program-program sejenis lainnya, seperti Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Proyek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD). Sejalan dengan itu, dimulai pada tahun 1998, beberapa perubahan paradigma yang mendasar telah terjadi di Indonesia, seperti desentralisasi, reformasi sistem keuangan negara dan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang mempengaruhi seluruh pelaksanaan program Pemerintah, termasuk beberapa program yang telah disebutkan.
Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan terkait dengan desentralisasi, di antaranya adalah Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya terkait dengan reformasi sistem keuangan negara adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian diikuti dengan diberlakukannya UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Adapun terkait dengan pengembangan wilayah, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sebagai perbaikan dan penyesuaian dari UU No. 24 Tahun 1992, juga telah diterbitkan. Di lain pihak, pelaksanaan otonomi daerah menghadapi beberapa kendala, terutama pada dua hal penting, yaitu kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dan kapasitas fiskal daerah, yang keduanya masih rendah di sebagian besar daerah di Indonesia.
Rendahnya kapasitas SDM, baik aparat pemerintah daerah maupun masyarakat pelaku utama pembangunan, menyebabkan kemampuan daerah tidak optimal dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan pembangunan, yang di dalamnya termasuk kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan penyerapan aspirasi dan pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan yang partisipatif.
Di dalam UU No. 25 Tahun 2004, secara tegas telah digariskan kebijakan nasional yang mensyaratkan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Sementara itu, rendahnya kapasitas fiskal daerah menyebabkan kemampuan daerah menjadi amat terbatas dalam melakukan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Terlebih lagi, seringkali terjadi perencanaan keuangan yang kurang efektif terkait dengan pengalokasian dana Pemerintah di daerah dalam proses integrasi dengan penggunaan dana pembangunan daerah. Dilihat dari aspek pengembangan wilayah, keterbatasan kemampuan pemerintah daerah jelas terjadi dalam ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan daerah dengan rencana tata ruang wilayah.
Selanjutnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004�2009 telah menempatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah sebagai bagian dari prioritas utama pembangunan nasional dalam agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.
Terdapat 5 (lima) sasaran yang ingin dicapai dalam agenda tersebut, yaitu: 1) Menurunnya jumlah penduduk miskin dan terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi tingkat pengangguran terbuka; 2) Berkurangnya kesenjangan antar wilayah yang tercermin dari: a. Meningkatnya peran pedesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi; b. Meningkatnya pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal; c. Meningkatnya pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah; serta d. Meningkatnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah. 3) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang secara menyeluruh tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 4) Membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan; serta 5) Membaiknya pelayanan infrastruktur sosial ekonomi yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas keberadaan berbagai sarana penunjang pembangunan.
Dengan memperhatikan beberapa kondisi di atas, kemudian dikembangkan suatu program yang dapat menjawab kebutuhan dalam melakukan pengurangan kesenjangan antar wilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat pengangguran terbuka dengan juga meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah.
Program ini merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan disebut sebagai program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (Regional Infrastructure for Social and Economic Development � RISE), yang kemudian disingkat dengan PISEW. Secara nasional, beberapa program sejenis lainnya yang juga ditujukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran, telah diintegrasikan dalam satu kerangka kebijakan nasional yang dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program PISEW dengan intervensi berupa bantuan teknis dan investasi infrastruktur dasar pedesaan, dibangun dengan berorientasi pada konsep �Community Driven Development (CDD)� dan �Labor Intensive Activities (LIA)�, sehingga kemudian dikategorikan sebagai salah satu program inti PNPM-Mandiri. Dengan demikian kemudian program PISEW dikenal dengan nama PNPM PISEW.
TUJUAN, SASARAN DAN PENERIMA MANFAAT
A. Tujuan
Tujuan pelaksanaan PNPM-PISEW adalah mempercepat pembangunan sosial ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal, mengurangi kesenjangan antarwilayah, pengentasan kemiskinani daerah perdesaan, memperbaiki pengelolaan pemerintahan (local governance) dan penguatan institusi di perdesaan Indonesia. Kesemuanya ini diharapkan bisa dilakukan melalui:
PISEW memiliki beberapa komponen kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi serta kompetensi dari berbagai institusi pemerintah terkait baik di pusat maupun di daerah. Dalam pelaksanaannya melibatkan organisasi masyarakat, dan fasilitator/konsultan yang akan memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dan pemerintah pusat dan daerah.
Secara umum, seperti pada Gambar Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi berperan melakukan pembinaan dalam bentuk kegiatan supervisi dan pemantauan, Pemerintah Kabupaten melakukan pengelolaan dan pengendalian, sedangkan Kecamatan dan Desa melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan.
STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANA PROGRAM PNPM-PISEW
A. Tim Kordinasi Pusat
B. Coordinating Agency dan Sekretariat Nasional PNPM-PISEW
C. Executing Agency (EA) dan Project Management Unit (PMU)
D. Project Implementation Unit (PIU) Project Implementation Unit (PIU) terdiri dari :
A. Tim Koordinasi PNPM-PISEW Provinsi
Tim Koordinasi PNPM-PISEW Tingkat Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dengan penunjukkan Kepala Bappeda Provinsi sebagai Ketua Tim Koordinasi dan keanggotaan meliputi:
B. Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi
Tim Koordinasi Provinsi membentuk Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi yang berkedudukan di Bappeda Provinsi dengan keanggotaan terdiri dari pejabat/staf yang mewakili instansi anggota Tim Koordinasi. Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi memberikan bantuan kepada Tim Koordinasi PNPM-PISEW Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, serta masyarakat melalui bantuan koordinasi dan teknis. Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi dibantu oleh Tim konsultan yang terdiri dari:
(i) Konsultan Manajemen Provinsi (KMP), dan
(ii) Konsultan Manajemen Teknis (KMT).
III. Tingkat Kabupaten
A. Tim Koordinasi PNPM-PISEW Kabupaten Tim Koordinasi Pengelolaan PNPM-PISEW
Kabupaten ditetapkan dengan keputusan Bupati dan Kepala Bappeda Kabupaten sebagai Ketua Tim Koordinasi dengan keanggotaan meliputi:
1. Asisten Sekretariat Pemerintah kabupaten Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
2. Bappeda Kabupaten;
3. Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan Masyarakat;
4. Dinas Pekerjaan Umum atau nama lain;
5. Dinas Pertanian;
6. Dinas Kesehatan;
7. Dinas Pendidikan;
8. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
9. Badan/Dinas/Kantor terkait;
10. Camat.
B. Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten Tim Koordinasi Kabupaten membentuk Sekretariat
PNPM-PISEW Kabupaten yang berkedudukan di Bappeda dengan keanggotaan terdiri dari pejabat/staf yang mewakili instansi anggota Tim Koordinasi. Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten memberikan bantuan kepada Tim Koordinasi PNPM-PISEW Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, serta masyarakat melalui bantuan koordinasi dan teknis. Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten dibantu oleh Konsultan Manajemen Kabupaten (KMK) dan Asisten Teknis Kabupaten.
C. Satuan Kerja (Satker) PNPM-PISEW Kabupaten
Satker Kabupaten yang dimaksud disini adalah satuan kerja yang berkaitan dengan PISEW. Satuan Kerja Kabupaten dibentuk dan diberi nama sesuai Kebijakan Departemen Pekerjaan Umum (PU). Satker di tingkat kabupaten berasal dari Staf Dinas Ke-Cipta Karya-an. Satker Kabupaten adalah pejabat pengelola anggaran, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang ditetapkan oleh Menteri PU atas usulan Bupati, dan diberi kewenangan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah ditetapkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Tugas dan fungsi Satker mengacu pada Peraturan Menteri PU. Satker PNPM-PISEW Kabupaten terdiri dari:
1. Kepala Satuan Kerja;
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PISEW ;
3. Bendahara;
4. Penguji SPP.
Khususnya dalam pengelolaan Mikrokredit Pedesaan PNPM-PISEW dibentuk Satuan Kerja (Satker) yang diusulkan oleh Bupati dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Kabupaten yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
D. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PNPM-PISEW Kabupaten PPK PISEW
Kabupaten mengelola dana bantuan langsung masyarakat (BLM) untuk kegiatan-kegiatan di Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) dan di kecamatan. PPK PISEW Kabupaten berasal dari staf Pemerintah Kabupaten dari unit dinas Ke-Cipta Karya-an/KePUan yang diusulkan oleh Bupati dan ditetapkan oleh Menteri PU. PPK PISEW bertanggung jawab kepada Satker serta melakukan pelimpahan sebagian kewenangan pelaksanaan kegiatan operasional kepada PJOK KSK dan PJOK Kecamatan. Menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Pekerjaan (SP3) sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003.
E. Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PJOK) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK)
Di tingkat kabupaten akan ditunjuk PJOK KSK yang berasal dari perangkat kabupaten yang diangkat oleh Bupati dan berperan sebagai penanggung jawab pelaksanaan PISEW di wilayah kerjanya
IV. Tingkat Kecamatan
A. Kelompok Kerja (Pokja) Kecamatan
Pokja Kecamatan ditetapkan oleh Bupati berdasarkan usulan Camat yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota, meliputi perwakilan dari instansi terkait di kecamatan, perwakilan BPD/desa, perwakilan dari lembaga kemasyarakatan desa lainnya yang meliputi: kelompok perempuan, pemuda, dan Tokoh Masyarakat. Pokja Kecamatan akan memperoleh bantuan teknis dari PIU Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum melalui Tim Konsultan Kecamatan.
B. Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Kecamatan
Di tingkat kecamatan akan ditunjuk PJOK. PJOK Kecamatan adalah perangkat kecamatan yang diusulkan oleh Camat dan diangkat oleh Bupati.
C. Lembaga Pemberdayaan Kredit Mikro (LPKM)
Pada Kabupaten dan Kecamatan yang terpilih akan diseleksi lembaga-lembaga pemberdayaan yang terkait dengan kredit mikro sebagai pelaksana kegiatan proyek pilot Kredit Mikro Perdesaan. Lembaga tersebut akan mendapat bantuan teknis dari PIU Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri melalui Fasilitator Kredit Mikro (FKM).
V. Tingkat Desa
A. Kepala Desa/Lurah Pada tingkat desa, pengelola kegiatan adalah Pemerintah Desa.
Kepala Desa/Lurah bertanggungjawab atas pengendalian dan kelancaran kegiatan yang dilakukan oleh KDS selama tahapan perencanaan, LKD selama tahap pelaksanaan, dan Kelompok Pemanfaatan dan Pemeliharaan (KPP) pada tahap pemanfaatan dan pemeliharaan serta pemanfaatan kredit mikro oleh KUM.
B. Kelompok Diskusi Sektor (KDS) KDS dibentuk berdasarkan kondisi geografis hamparan kecamatan. KDS dapat meliputi hanya satu desa atau lebih. Pembentukan KDS difasilitasi oleh Pokja Kecamatan dan TTL (FK dan Ttl) setelah terlebih dahulu melakukan analisa potensi unggulan dan kondisi geografis kecamatan.
C. Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
LKD adalah lembaga kemasyarakatan yang sudah ada dan diakui keberadaannya oleh masyarakat desa dan pemerintahan desa, seperti kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Karang Taruna, PKK, Remaja Mesjid, Remaja Gereja, dan sebagainya. Setiap LKD harus mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari Ketua, Bendahara, Sekretaris, Tenaga Teknis, dan anggota. Pengurus Organisasi tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari lima (5) orang, dengan minimal satu anggotanya adalah perempuan atau perwakilan dari unsur minoritas di desa.
D. Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
KPP adalah organisasi yang terdiri dari unsur masyarakat desa yang memanfaatkan dan memelihara hasil kegiatan pembangunan prasarana di wilayahnya. KPP dibentuk dan ditetapkan melalui Musyawarah Desa yang difasilitasi oleh FK, POKJA Kecamatan dan LKD. KPP disahkan oleh Kepala Desa atas sepengetahuan Camat.
E. Kelompok Usaha Mikro (KUM)
Kelompok Usaha Mikro (KUM) adalah kelompok usaha mikro masyarakat yang ada di perdesaan dan memenuhi kriteria kelayakan usaha serta mampu membangun dana bersama dalam kelompok.
F. Fasilitator Desa (FD)
Fasilitator Desa dipilih/ditetapkan dengan tujuan agar FD dapat membimbing dan menggerakkan KDS selama tahap perencanan, Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), selama tahap pelaksanaan Pembangunan fisik, Kelompok Pengguna dan Pemelihara (KPP) pada tahap pemanfaat dan pemeliharaan fisik yang telah dibangun dan Kelompok Usaha Mikro (KUM) mulai tahap penjaringan kelompok sampai tahap pemanfaatan kredit dalam pelaksanaan PNPM-PISEW di tingkat desa di dalam hamparannya dapat terlaksana dengan baik.
VI. Konsultan Pendamping Pengendalian dan pengawasan pelaksanaan didukung oleh konsultan yang memberikan fasilitasi dan bantuan teknis yang ditempatkan di tingkat Pusat, Wilayah, Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan.
Masing-masing konsultan pendamping di atas dijabarkan sebagai berikut :
A. Consultant Support for Central Coordination Team /Konsultan Pendukung Tim Koordinasi Pusat (CSCCT/KPTKP) KPTKP berkedudukan di pusat dengan tugas utama mendukung Tim Koordinasi Pusat dan Sekretariat PNPM-PISEW Nasional dalam penyelenggaraan koordinasi dan perumusan dan/atau evaluasi kebijakan untuk pelaksanaan program PNPM-PISEW.
B. Central Management and Advisory Consultant /Konsultan Manajemen dan Advisory Pusat (CMAC/KMAP) KMAP berkedudukan di pusat dengan tugas utama mendukung PMU dalam pengendalian Program PNPM-PISEW dan evaluasi pembelajaran dari pelaksanaan program.
C. Regional Management and Advisory Consultant /Konsultan Manajemen dan Advisori Wilayah (RMAC/KMAW) Cakupan wilayah KMAW dibagi menjadi tiga, yaitu:
(i) Wilayah Sumatera yang berkedudukan di Medan, yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan Bengkulu;
(ii) Wilayah Kalimantan yang berkedudukan di Banjarmasin, yang meliputi Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, dan;
(iii) Wilayah Sulawesi dan NTB yang berkedudukan di Makassar, yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB). KMAW bertugas membantu KMAP untuk mendukung tugas PMU dalam pelaksanaan dan pengendalian Program PNPM-PISEW. KMAW bertanggung jawab dan melaporkan seluruh kegiatan kepada PMU melalui KMAP. D. Local Management Assistance (LMA) LMA bertugas memfasilitasi dan memberikan bantuan teknis dalam pelaksanaan Program PNPM-PISEW sesuai dengan Pedoman Umum dan Panduan Pelaksanaan, Panduan Teknis PNPM-PISEW.
1. LMA yang dikelola oleh PIU DItjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, terdiri dari Konsultan Manajemen Teknis (KMT) dan Asisten Teknik Kabupaten (ATK), Fasilitator dan Tenaga Teknik Lapangan (Ttl) baik yang bertugas di KSK maupun di kecamatan-kecamatan penerima PNPM-PISEW. LMA ini ditempatkan di sembilan (9) provinsi, yaitu Sumatra Utara, Jambi, Bangka Belitung, dan Bengkulu; Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
KMT berada di ibukota provinsi, ATK berada di ibukota kabupaten, FK dan TtL berada di ibukota kecamatan. KMT memberikan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi. ATK, FK dan Ttl KSK/Kecamatan melakukan Koordinasi dengan KMP. ATK melakukan koordinasi dengan KMK dan Assisten KMK. FK dan TtL memberikan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Pokja Kecamatan. FK dan TtL bersama dengan Pokja Kecamatan melaksanakan pendampingan kegiatan per kegiatan dalam pelaksanaan program baik di tingkat kecamatan maupun ditingkat desa. Untuk tingkat desa dibantu oleh Fasilitator Desa (FD).
2. LMA yang dikelola oleh Ditjen PMD, Departemen dalam Negeri, yaitu:
(i) Konsultan Pelatihan dan Kampanye Publik (KPKP) yang bertugas memfasilitasi dan memberikan dukungan teknis dari penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, pelatihan dan rapat koordinasi mulai dari tingkat pusat, wilayah sampai dengan tingkat provinsi; dan
(ii) Fasilitator Mikro Kredit (FMK) yang bertugas di kecamatan yang menjadi lokasi Proyek Pilot komponen Kredit Mikro;
3. LMA yang dikelola oleh Ditjen Bina Bangda, Departemen dalam Negeri, yaitu KMP, KMK dan Asisten KMK, yang ditempatkan di sembilan (9) provinsi, yaitu Sumatra Utara, Jambi, Bangka Belitung, dan Bengkulu; Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB). KMP berada di ibukota provinsi, sedangkan KMK dan asistennya berkedudukan di ibukota kabupaten. KMP memberikan fasilitasi dan bantuan manajemen program kepada Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi, serta pembinaan kepada KMK dan Assisten KMK. Melakukan koordinasi dengan ATK. KMK dan Asisten KMK memberikan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten serta Pokja Kecamatan serta memberikan pembinaan kepada FK.
Dalam pelaksanaan Program PNPM-PISEW akan melibatkan berbagai institusi, sesuai dengan komponen kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi serta kompetensi dari berbagai institusi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dan konsultan /fasilitator yang akan memberikan bantuan teknis kepada masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Propinsi berperan melakukan pembinaan dalam bentuk kegiatan supervisi dan pemantauan. Pemerintah Kabupaten melakukan pengelolaan dan pengendalian, sedangkan Kecamatan dan Desa melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan. Secara jelas, berikut adalah personil pelaksana PNPM -PISEW.
PUSAT
Berikut merupakan Kegiatan - kegiatan PISEW yang dilaksanakan di KORWIL
http://www.pnpm-pisew.org/
Berbagai upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan pengangguran telah lama dilakukan oleh Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program nasional. Dengan dimulai pada tahun 1994, Pemerintah menjalankan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian dilanjutkan dengan program-program sejenis lainnya, seperti Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Proyek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD). Sejalan dengan itu, dimulai pada tahun 1998, beberapa perubahan paradigma yang mendasar telah terjadi di Indonesia, seperti desentralisasi, reformasi sistem keuangan negara dan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang mempengaruhi seluruh pelaksanaan program Pemerintah, termasuk beberapa program yang telah disebutkan.
Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan terkait dengan desentralisasi, di antaranya adalah Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya terkait dengan reformasi sistem keuangan negara adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian diikuti dengan diberlakukannya UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Adapun terkait dengan pengembangan wilayah, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sebagai perbaikan dan penyesuaian dari UU No. 24 Tahun 1992, juga telah diterbitkan. Di lain pihak, pelaksanaan otonomi daerah menghadapi beberapa kendala, terutama pada dua hal penting, yaitu kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dan kapasitas fiskal daerah, yang keduanya masih rendah di sebagian besar daerah di Indonesia.
Rendahnya kapasitas SDM, baik aparat pemerintah daerah maupun masyarakat pelaku utama pembangunan, menyebabkan kemampuan daerah tidak optimal dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan pembangunan, yang di dalamnya termasuk kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan penyerapan aspirasi dan pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan yang partisipatif.
Di dalam UU No. 25 Tahun 2004, secara tegas telah digariskan kebijakan nasional yang mensyaratkan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Sementara itu, rendahnya kapasitas fiskal daerah menyebabkan kemampuan daerah menjadi amat terbatas dalam melakukan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Terlebih lagi, seringkali terjadi perencanaan keuangan yang kurang efektif terkait dengan pengalokasian dana Pemerintah di daerah dalam proses integrasi dengan penggunaan dana pembangunan daerah. Dilihat dari aspek pengembangan wilayah, keterbatasan kemampuan pemerintah daerah jelas terjadi dalam ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan daerah dengan rencana tata ruang wilayah.
Selanjutnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004�2009 telah menempatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah sebagai bagian dari prioritas utama pembangunan nasional dalam agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.
Terdapat 5 (lima) sasaran yang ingin dicapai dalam agenda tersebut, yaitu: 1) Menurunnya jumlah penduduk miskin dan terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi tingkat pengangguran terbuka; 2) Berkurangnya kesenjangan antar wilayah yang tercermin dari: a. Meningkatnya peran pedesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi; b. Meningkatnya pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal; c. Meningkatnya pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah; serta d. Meningkatnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah. 3) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang secara menyeluruh tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 4) Membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan; serta 5) Membaiknya pelayanan infrastruktur sosial ekonomi yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas keberadaan berbagai sarana penunjang pembangunan.
Dengan memperhatikan beberapa kondisi di atas, kemudian dikembangkan suatu program yang dapat menjawab kebutuhan dalam melakukan pengurangan kesenjangan antar wilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat pengangguran terbuka dengan juga meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah.
Program ini merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan disebut sebagai program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (Regional Infrastructure for Social and Economic Development � RISE), yang kemudian disingkat dengan PISEW. Secara nasional, beberapa program sejenis lainnya yang juga ditujukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran, telah diintegrasikan dalam satu kerangka kebijakan nasional yang dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program PISEW dengan intervensi berupa bantuan teknis dan investasi infrastruktur dasar pedesaan, dibangun dengan berorientasi pada konsep �Community Driven Development (CDD)� dan �Labor Intensive Activities (LIA)�, sehingga kemudian dikategorikan sebagai salah satu program inti PNPM-Mandiri. Dengan demikian kemudian program PISEW dikenal dengan nama PNPM PISEW.
Tujuan dan Sasaran
TUJUAN, SASARAN DAN PENERIMA MANFAAT
A. Tujuan
Tujuan pelaksanaan PNPM-PISEW adalah mempercepat pembangunan sosial ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal, mengurangi kesenjangan antarwilayah, pengentasan kemiskinani daerah perdesaan, memperbaiki pengelolaan pemerintahan (local governance) dan penguatan institusi di perdesaan Indonesia. Kesemuanya ini diharapkan bisa dilakukan melalui:
- Peningkatan pelayanan dasar dalam bidang infrastruktur sosial dan ekonomi di wilayah perdesaan.
- Peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pengembangan sosial ekonomi di wilayahnya.
- Terbangunnya infrastruktur perdesaan yang meliputi pembangunan sarana dan infrastruktur: transportasi, produksi pertanian, pemasaran pertanian, air bersih dan sanitasi, pendidikan dan kesehatan.
- Meningkatnya usaha ekonomi masyarakat.
- Terbentuknya Kawasan Strategis Kabupaten,Kelompok Usaha Masyarakat, dan institusi Kelompok Diskusi Sektor (KDS) serta menguatnya fungsi KDS di lokasi yang telah memilikinya.
- Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam berperan sebagai fasilitator dalam melaksanakan pembangunan.
- Meningkatnya kapasitas masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.
- Masyarakat Desa,
- Lembaga Kemasyarakatan Desa (kelompok yang sudah ada seperti karang taruna, PKK, kelompok tani) dan kelompok masyarakat yang mempunyai potensi usaha di desa, dan
- Pemerintah kabupaten, kecamatan dan pemerintah desa.
Organisasi
PISEW memiliki beberapa komponen kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi serta kompetensi dari berbagai institusi pemerintah terkait baik di pusat maupun di daerah. Dalam pelaksanaannya melibatkan organisasi masyarakat, dan fasilitator/konsultan yang akan memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dan pemerintah pusat dan daerah.
Secara umum, seperti pada Gambar Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi berperan melakukan pembinaan dalam bentuk kegiatan supervisi dan pemantauan, Pemerintah Kabupaten melakukan pengelolaan dan pengendalian, sedangkan Kecamatan dan Desa melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan.
Struktur Organisasi Pengelolaan PISEW
Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANA PROGRAM PNPM-PISEW
I. Tingkat Pusat
A. Tim Kordinasi Pusat
Tim Koordinasi Pusat PNPM-PISEW (disingkat Tim Koordinasi Pusat), terdiri dari unsur Kementerian Negara Perencanan Pembangunan Nasional/Bappenas, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.
Coordinating Agency dalam operasionalisasinya berupa Tim Koordinasi Pusat yang Ketua Tim Pengarahnya adalah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah BAPPENAS, dan Ketua Tim Pelaksananya adalah Direktur Pengembangan Wilayah, Bappenas. Tim Pelaksana yang diketuai Direktur Pengembangan Wilayah bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan pelaksanaan program sehari-hari. Untuk mendukung Tim Koordinasi Pusat tersebut diatas, maka dibentuk Sekretariat Nasional PNPM-PISEW yang berkedudukan di Bappenas.
Executing Agency adalah Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program secara nasional. Sebagai EA, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, maka dibentuk Project Management Unit (PMU).
- Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, untuk Komponen Infrastruktur Fisik;
- Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam, Negeri, untuk Komponen Kredit Mikro; dan
- Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri, untuk Komponen Penguatan Kapasitas Kelembagaan.
II. Tingkat Provinsi
A. Tim Koordinasi PNPM-PISEW Provinsi
Tim Koordinasi PNPM-PISEW Tingkat Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dengan penunjukkan Kepala Bappeda Provinsi sebagai Ketua Tim Koordinasi dan keanggotaan meliputi:
1. Asisten Sekretariat Pemerintah Provinsi Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
2. Bappeda Provinsi;
3. Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan Masyarakat;
4. Dinas Pekerjaan Umum atau nama lain;
5. Dinas Pertanian; 6. Dinas Kesehatan;
7. Dinas Pendidikan; 8. Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan;
9. Badan/Dinas/Kantor terkait.
Tim Koordinasi Provinsi membentuk Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi yang berkedudukan di Bappeda Provinsi dengan keanggotaan terdiri dari pejabat/staf yang mewakili instansi anggota Tim Koordinasi. Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi memberikan bantuan kepada Tim Koordinasi PNPM-PISEW Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, serta masyarakat melalui bantuan koordinasi dan teknis. Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi dibantu oleh Tim konsultan yang terdiri dari:
(i) Konsultan Manajemen Provinsi (KMP), dan
(ii) Konsultan Manajemen Teknis (KMT).
III. Tingkat Kabupaten
A. Tim Koordinasi PNPM-PISEW Kabupaten Tim Koordinasi Pengelolaan PNPM-PISEW
Kabupaten ditetapkan dengan keputusan Bupati dan Kepala Bappeda Kabupaten sebagai Ketua Tim Koordinasi dengan keanggotaan meliputi:
1. Asisten Sekretariat Pemerintah kabupaten Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
2. Bappeda Kabupaten;
3. Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan Masyarakat;
4. Dinas Pekerjaan Umum atau nama lain;
5. Dinas Pertanian;
6. Dinas Kesehatan;
7. Dinas Pendidikan;
8. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
9. Badan/Dinas/Kantor terkait;
10. Camat.
B. Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten Tim Koordinasi Kabupaten membentuk Sekretariat
PNPM-PISEW Kabupaten yang berkedudukan di Bappeda dengan keanggotaan terdiri dari pejabat/staf yang mewakili instansi anggota Tim Koordinasi. Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten memberikan bantuan kepada Tim Koordinasi PNPM-PISEW Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, serta masyarakat melalui bantuan koordinasi dan teknis. Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten dibantu oleh Konsultan Manajemen Kabupaten (KMK) dan Asisten Teknis Kabupaten.
C. Satuan Kerja (Satker) PNPM-PISEW Kabupaten
Satker Kabupaten yang dimaksud disini adalah satuan kerja yang berkaitan dengan PISEW. Satuan Kerja Kabupaten dibentuk dan diberi nama sesuai Kebijakan Departemen Pekerjaan Umum (PU). Satker di tingkat kabupaten berasal dari Staf Dinas Ke-Cipta Karya-an. Satker Kabupaten adalah pejabat pengelola anggaran, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang ditetapkan oleh Menteri PU atas usulan Bupati, dan diberi kewenangan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah ditetapkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Tugas dan fungsi Satker mengacu pada Peraturan Menteri PU. Satker PNPM-PISEW Kabupaten terdiri dari:
1. Kepala Satuan Kerja;
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PISEW ;
3. Bendahara;
4. Penguji SPP.
Khususnya dalam pengelolaan Mikrokredit Pedesaan PNPM-PISEW dibentuk Satuan Kerja (Satker) yang diusulkan oleh Bupati dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Kabupaten yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
D. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PNPM-PISEW Kabupaten PPK PISEW
Kabupaten mengelola dana bantuan langsung masyarakat (BLM) untuk kegiatan-kegiatan di Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) dan di kecamatan. PPK PISEW Kabupaten berasal dari staf Pemerintah Kabupaten dari unit dinas Ke-Cipta Karya-an/KePUan yang diusulkan oleh Bupati dan ditetapkan oleh Menteri PU. PPK PISEW bertanggung jawab kepada Satker serta melakukan pelimpahan sebagian kewenangan pelaksanaan kegiatan operasional kepada PJOK KSK dan PJOK Kecamatan. Menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Pekerjaan (SP3) sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003.
E. Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PJOK) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK)
Di tingkat kabupaten akan ditunjuk PJOK KSK yang berasal dari perangkat kabupaten yang diangkat oleh Bupati dan berperan sebagai penanggung jawab pelaksanaan PISEW di wilayah kerjanya
IV. Tingkat Kecamatan
A. Kelompok Kerja (Pokja) Kecamatan
Pokja Kecamatan ditetapkan oleh Bupati berdasarkan usulan Camat yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota, meliputi perwakilan dari instansi terkait di kecamatan, perwakilan BPD/desa, perwakilan dari lembaga kemasyarakatan desa lainnya yang meliputi: kelompok perempuan, pemuda, dan Tokoh Masyarakat. Pokja Kecamatan akan memperoleh bantuan teknis dari PIU Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum melalui Tim Konsultan Kecamatan.
B. Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Kecamatan
Di tingkat kecamatan akan ditunjuk PJOK. PJOK Kecamatan adalah perangkat kecamatan yang diusulkan oleh Camat dan diangkat oleh Bupati.
C. Lembaga Pemberdayaan Kredit Mikro (LPKM)
Pada Kabupaten dan Kecamatan yang terpilih akan diseleksi lembaga-lembaga pemberdayaan yang terkait dengan kredit mikro sebagai pelaksana kegiatan proyek pilot Kredit Mikro Perdesaan. Lembaga tersebut akan mendapat bantuan teknis dari PIU Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri melalui Fasilitator Kredit Mikro (FKM).
V. Tingkat Desa
A. Kepala Desa/Lurah Pada tingkat desa, pengelola kegiatan adalah Pemerintah Desa.
Kepala Desa/Lurah bertanggungjawab atas pengendalian dan kelancaran kegiatan yang dilakukan oleh KDS selama tahapan perencanaan, LKD selama tahap pelaksanaan, dan Kelompok Pemanfaatan dan Pemeliharaan (KPP) pada tahap pemanfaatan dan pemeliharaan serta pemanfaatan kredit mikro oleh KUM.
B. Kelompok Diskusi Sektor (KDS) KDS dibentuk berdasarkan kondisi geografis hamparan kecamatan. KDS dapat meliputi hanya satu desa atau lebih. Pembentukan KDS difasilitasi oleh Pokja Kecamatan dan TTL (FK dan Ttl) setelah terlebih dahulu melakukan analisa potensi unggulan dan kondisi geografis kecamatan.
C. Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
LKD adalah lembaga kemasyarakatan yang sudah ada dan diakui keberadaannya oleh masyarakat desa dan pemerintahan desa, seperti kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Karang Taruna, PKK, Remaja Mesjid, Remaja Gereja, dan sebagainya. Setiap LKD harus mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari Ketua, Bendahara, Sekretaris, Tenaga Teknis, dan anggota. Pengurus Organisasi tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari lima (5) orang, dengan minimal satu anggotanya adalah perempuan atau perwakilan dari unsur minoritas di desa.
D. Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
KPP adalah organisasi yang terdiri dari unsur masyarakat desa yang memanfaatkan dan memelihara hasil kegiatan pembangunan prasarana di wilayahnya. KPP dibentuk dan ditetapkan melalui Musyawarah Desa yang difasilitasi oleh FK, POKJA Kecamatan dan LKD. KPP disahkan oleh Kepala Desa atas sepengetahuan Camat.
E. Kelompok Usaha Mikro (KUM)
Kelompok Usaha Mikro (KUM) adalah kelompok usaha mikro masyarakat yang ada di perdesaan dan memenuhi kriteria kelayakan usaha serta mampu membangun dana bersama dalam kelompok.
F. Fasilitator Desa (FD)
Fasilitator Desa dipilih/ditetapkan dengan tujuan agar FD dapat membimbing dan menggerakkan KDS selama tahap perencanan, Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), selama tahap pelaksanaan Pembangunan fisik, Kelompok Pengguna dan Pemelihara (KPP) pada tahap pemanfaat dan pemeliharaan fisik yang telah dibangun dan Kelompok Usaha Mikro (KUM) mulai tahap penjaringan kelompok sampai tahap pemanfaatan kredit dalam pelaksanaan PNPM-PISEW di tingkat desa di dalam hamparannya dapat terlaksana dengan baik.
VI. Konsultan Pendamping Pengendalian dan pengawasan pelaksanaan didukung oleh konsultan yang memberikan fasilitasi dan bantuan teknis yang ditempatkan di tingkat Pusat, Wilayah, Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan.
Masing-masing konsultan pendamping di atas dijabarkan sebagai berikut :
A. Consultant Support for Central Coordination Team /Konsultan Pendukung Tim Koordinasi Pusat (CSCCT/KPTKP) KPTKP berkedudukan di pusat dengan tugas utama mendukung Tim Koordinasi Pusat dan Sekretariat PNPM-PISEW Nasional dalam penyelenggaraan koordinasi dan perumusan dan/atau evaluasi kebijakan untuk pelaksanaan program PNPM-PISEW.
B. Central Management and Advisory Consultant /Konsultan Manajemen dan Advisory Pusat (CMAC/KMAP) KMAP berkedudukan di pusat dengan tugas utama mendukung PMU dalam pengendalian Program PNPM-PISEW dan evaluasi pembelajaran dari pelaksanaan program.
C. Regional Management and Advisory Consultant /Konsultan Manajemen dan Advisori Wilayah (RMAC/KMAW) Cakupan wilayah KMAW dibagi menjadi tiga, yaitu:
(i) Wilayah Sumatera yang berkedudukan di Medan, yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan Bengkulu;
(ii) Wilayah Kalimantan yang berkedudukan di Banjarmasin, yang meliputi Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, dan;
(iii) Wilayah Sulawesi dan NTB yang berkedudukan di Makassar, yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB). KMAW bertugas membantu KMAP untuk mendukung tugas PMU dalam pelaksanaan dan pengendalian Program PNPM-PISEW. KMAW bertanggung jawab dan melaporkan seluruh kegiatan kepada PMU melalui KMAP. D. Local Management Assistance (LMA) LMA bertugas memfasilitasi dan memberikan bantuan teknis dalam pelaksanaan Program PNPM-PISEW sesuai dengan Pedoman Umum dan Panduan Pelaksanaan, Panduan Teknis PNPM-PISEW.
Dari segi pengelolaannya LMA terbagi tiga (3), yaitu:
1. LMA yang dikelola oleh PIU DItjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, terdiri dari Konsultan Manajemen Teknis (KMT) dan Asisten Teknik Kabupaten (ATK), Fasilitator dan Tenaga Teknik Lapangan (Ttl) baik yang bertugas di KSK maupun di kecamatan-kecamatan penerima PNPM-PISEW. LMA ini ditempatkan di sembilan (9) provinsi, yaitu Sumatra Utara, Jambi, Bangka Belitung, dan Bengkulu; Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
KMT berada di ibukota provinsi, ATK berada di ibukota kabupaten, FK dan TtL berada di ibukota kecamatan. KMT memberikan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi. ATK, FK dan Ttl KSK/Kecamatan melakukan Koordinasi dengan KMP. ATK melakukan koordinasi dengan KMK dan Assisten KMK. FK dan TtL memberikan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Pokja Kecamatan. FK dan TtL bersama dengan Pokja Kecamatan melaksanakan pendampingan kegiatan per kegiatan dalam pelaksanaan program baik di tingkat kecamatan maupun ditingkat desa. Untuk tingkat desa dibantu oleh Fasilitator Desa (FD).
2. LMA yang dikelola oleh Ditjen PMD, Departemen dalam Negeri, yaitu:
(i) Konsultan Pelatihan dan Kampanye Publik (KPKP) yang bertugas memfasilitasi dan memberikan dukungan teknis dari penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, pelatihan dan rapat koordinasi mulai dari tingkat pusat, wilayah sampai dengan tingkat provinsi; dan
(ii) Fasilitator Mikro Kredit (FMK) yang bertugas di kecamatan yang menjadi lokasi Proyek Pilot komponen Kredit Mikro;
3. LMA yang dikelola oleh Ditjen Bina Bangda, Departemen dalam Negeri, yaitu KMP, KMK dan Asisten KMK, yang ditempatkan di sembilan (9) provinsi, yaitu Sumatra Utara, Jambi, Bangka Belitung, dan Bengkulu; Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB). KMP berada di ibukota provinsi, sedangkan KMK dan asistennya berkedudukan di ibukota kabupaten. KMP memberikan fasilitasi dan bantuan manajemen program kepada Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW Provinsi, serta pembinaan kepada KMK dan Assisten KMK. Melakukan koordinasi dengan ATK. KMK dan Asisten KMK memberikan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW Kabupaten serta Pokja Kecamatan serta memberikan pembinaan kepada FK.
Profil Pelaksana
Dalam pelaksanaan Program PNPM-PISEW akan melibatkan berbagai institusi, sesuai dengan komponen kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi serta kompetensi dari berbagai institusi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dan konsultan /fasilitator yang akan memberikan bantuan teknis kepada masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Propinsi berperan melakukan pembinaan dalam bentuk kegiatan supervisi dan pemantauan. Pemerintah Kabupaten melakukan pengelolaan dan pengendalian, sedangkan Kecamatan dan Desa melakukan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan. Secara jelas, berikut adalah personil pelaksana PNPM -PISEW.
PUSAT
Tim Koordinasi PusatPROPINSI
1. Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
2. Departemen Pekerjaan Umum
3. Departemen Dalam Negeri
4. Departemen Keuangan
5. Departemen Kesehatan
6. Departemen Pendidikan Nasional
7. Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
Sekretariat PNPM - PISEW Nasional
Executing Agency (EA) & PMU
Project Manajement Unit (PMU)
Project Implementation Unit (PIU) Direktorat Jenderal Cipta Karya
Project Implementation Unit (PIU) Dirjen. Pemeberdayaan Masyarakat Desa (PMD)
Project Implementation Unit (PIU) Dirjen. Bina Pembangunan Daerah (Bangda)
Tim Koordinasi PropinsiKABUPATEN
Sekretariat PNPM-PISEW Propinsi
Tim Koordinasi KabupatenKECAMATAN
Sekretariat Kabupaten
Satuan Kerja (SATKER) Kabupaten
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PISEW Kabupaten
Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Kawasan Strategis Kabuapten (KSK)
Kelompok Kerja (Pokja) KecamatanDESA
Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Kecamatan
Lembaga Pemberdayaan Kredit Mikro (LPMK)
Kepala Desa / LurahMASYARAKAT
Kelompok Diskusi Sektor (KDS)KONSULTAN PENDAMPING
Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
Kelompok Usaha Mikro (KUM)
Fasilitator Desa(FD)
Consultant Support for Central Coordination Team/Konsultan Pendukung Tim Koordinasi Pusat (CSCCT/KPTKP)
Central Management and Advisory Consultant/Konsultan Manajemen dan Advisory Pusat (CMAC/KMAP)
Regional Management and Advisory Consultant/Konsultan Manajemen and Advisory Wilayah (RMAC/KMAW)
Kegiatan - Kegiatan PISEW di Tingkat KORWIL
Berikut merupakan Kegiatan - kegiatan PISEW yang dilaksanakan di KORWIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar