
PENULIS BERHARAP, ARTIKEL INI BISA BERMANFAAT di tulis ulang dr sebuah Blog (
maaf nm blog sy lupa).
Slamat Membaca!!!!
Kisah dari Rasulullah SAW,,,
Menurut ‘Abdullah bin Syaddad, ada dua jenis ghirah. Pertama, ghirah  yang dengannya seseorang dapat memperbaiki keadaan keluarga. Kedua,  ghirah yang dapat meyebabkannya masuk neraka.
Ditinjau dari nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, cemburu ada  dua macam. Dalam sebuah hadist disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu  ‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قَالَ: إِنَّ مِنَ  الْغِيْرَةَ مَا يُحِبُّ اللهُ وَمِنْهَا مَا يَبْغُضُ اللهُ فَالْغِيْرَةُ  الَّتِيْ يُحِبُّ اللهُ الْغِيْرَةُ فِيْ الرَّيْبَةِ وَالْغِيْرَةُ  الَّتِيْ يَبْغُضُ اللهُ الْغِيْرَةُ فِيْ غَيْرِ الرَّيْبَةِ
“Ada jenis cemburu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, ada  pula yang dibenci-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan  atau tuduhan. Sedangkan yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi  keraguan” [1]
Disebutkan di dalam hadits, bahwa Saad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata:
قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ  لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى  اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا  أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
“Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan isteriku,  niscaya akan kutebas ia dengan pedang,” ucapan itu akhirnya sampai  kepada Rasulullah. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap kecemburuan Saad? Demi  Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu  daripadaku.”[2] 
Ditinjau dari sisi yang lain, cemburu ada dua macam. Pertama, ghirah  lil mahbub (cemburu membela orang yang dicintai). Kedua, ghirah  ‘alal-mahbub (cemburu membela agar jangan sampai ada orang lain yang  juga mencintai orang yang dicintainya).
Ghirah lil mahbub adalah pembelaan seseorang terhadap orang yang  dicintai, disertai dengan emosi demi membelanya, ketika hak dan  kehormatan orang yang dicintai diabaikan atau dihinakan. Dengan adanya  penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya, kemudian membelanya  dan berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah cemburu sang  pecinta yang sebenarnya. Dan ini pula ghirah para rasul dan pengikutnya  terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta  melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jenis ghirah inilah yang  semestinya dimiliki seorang muslim, untuk membela Allah Subhanahu wa  Ta’ala, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agama-Nya. Adapun ghirah  ‘alal-mahbub adalah kecemburuan terhadap orang lain yang ikut mencintai  orang yang dicintainya. Jenis ghirah inilah yang hendak kita kupas pada  pembahasan ini.
BEBERAPA CONTOH KECEMBURUAN SEBAGIAN ISTERI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM 
Disebutkan dalam sebuah riwayat, Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata: 
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ بَعْضِ  نِسَائِهِ فَأَرْسَلْتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِصَحْفَةٍ  فِيْهَا طَعُامٌ فَضَرَبَتِ الَّتِيْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِهَا يَدَّ الْخَادِمِ فَسَقَطَتِ الصَّحْفَةُ  فاَنْفَلَقَتْ فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْقَ  الصَّحْفَةِ ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيْهَا الطَّعَامَ الَّذِيْ كَانَ  فِيْ الصَّحْفَةِ وَيَقُوْلُ: غَارَتْ أُمُّكُمْ ثُمَّ حُبِسَ الْخَادِمُ  حَتَّى أَتَى بِصَحْفَةٍ مِنْ عِنْدِ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا  فَدَفَعَ الصَّحْفَةَ الصَّحِيْحَةَ إِلَى الَّتِيْ كَسَّرَتْ صَحْفَتَهَا  وَأَمْسَكَ الْمَكْسُوْرَةَ فِيْ بَيْتِ الَّتِيْ كَسَّرَتْ
“Suatu ketika Nabi di rumah salah seorang isteri beliau.  Tiba-tiba isteri yang lain mengirim mangkuk berisi makanan. Melihat itu,  isteri yang rumahnya kedatangan Rasul memukul tangan pelayan pembawa  makanan tersebut, maka jatuhlah mangkuk tersebut dan pecah. Kemudian  Rasul mengumpulkan kepingan-kepingan pecahan tersebut serta makanannya,  sambil berkata: “Ibu kalain sedang cemburu,” lalu Nabi menahan pelayan  tersebut, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk milik isteri yang  sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemiliki mangkuk yang  pecah. Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang sedang  bersama beliau” [3]
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa  sallam yang memecahkan mangkuk adalah ‘Aisyah Ummul Mu’minin, sedangkan  yang mengirim makanan adalah Zainab binti Jahsy.[4] 
Dalam hadist yang lain diriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ  لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا غِرْتُ عَلَى  خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَسا
“Dari ‘Aisyah: “Aku tidak cemburu kepada seorang wanita terhadap  Rasulullah sebesar cemburuku kepada Khadijah, sebab beliau selalu  menyebut namanya dan memujinya”[5].
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ‘Aisyah berkata: “Tatkala pada  suatu malam yang Nabi berada di sampingku, beliau mengira aku sudah  tidur, maka beliau keluar. Lalu aku (pun) pergi mengikutinya. (Aku  menduga beliau pergi ke salah satu isterinya dan aku mengikutinya  sehingga beliau sampai di Baqi’). Beliau belok, aku pun belok. Beliau  berjalan cepat, aku pun berjalan cepat, akhirnya aku mendahuluinya. Lalu  beliau bersabda: “Kenapa kamu, hai ‘Aisyah, dadamu berdetak  kencang?”Lalu aku mengabarkan kepada beliau kejadian yang sesungguhnya,  beliau bersabda: “Apakah kamu mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan  menzhalimimu?”[6] 
NASEHAT BAGI WANITA DALAM MENGENDALIKAN PERASAAN CEMBURU
Sebagaimana fenomena yang kita lihat dalam kehidupan rumah tangga  pada umumnya, tampaklah bahwa sifat cemburu itu sudah menjadi tabiat  setiap wanita, siapun orangnya dan bagaimanapun kedudukannya. Akan  tetapi, hendaklah perasaan cemburu ini dapat dikendalikan sedemikian  rupa, sehingga tidak menimbulkan masalah yang bisa menghancurkan  kehidupan rumah tangga.
Berikut beberapa nasihat  yang perlu diperhatikan oleh para isteri untuk menjaga keharmonisan  kehidupan rumah tangga, sehingga tidak ternodai oleh pengaruh perasaan  cemburu yang berlebihan.
1). Seorang isteri hendaklah bertakwa kepada Allah  Subhanahu wa Ta’ala dan bersikap pertengahan dalam hal cemburu terhadap  suami. Sikap pertengahan dalam setiap perkara merupakan bagian dari  kesempurnaan agama dan akal seseorang. Dikatakan oleh Nabi Shallalahu  ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Hai ‘Aisyah,  bersikaplah lemah-lembut, sebab jika Allah menginginkan kebaikan pada  sebuah keluarga, maka Dia menurunkan sifat kasih-Nya di tengah-tengah  keluarga tersebut [7]“. Dan sepatutnya seorang isteri meringankan rasa  cemburu kepada suami, sebab bila rasa cemburu tersebut melampaui batas,  bisa berubah menjadi tuduhan tanpa dasar, serta dapat menyulut api di  hatinya yang mungkin tidak akan pernah padam, bahkan akan menimbulkan  perselisihan di antara suami isteri dan melukai hati sang suami.  Sedangkan isteri akan terus hanyut mengikuti hawa nafsunya.
2). Wanita pecemburu, lebih melihat permasalahan dengan perasaan  hatinya daripada indera matanya. Ia lebih berbicara dengan nafsu  emosinya dari pada pertimbangan akal sehatnya. Sehingga sesuatu masalah  menjadi berbalik dari yang sebenarnya. Hendaklah hal ini disadari oleh  kaum wanita, agar mereka tidak berlebihan mengikuti perasaan, namun juga  mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu permasalahan.
3). Dari kisah-kisah kecemburuan sebagian isteri Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, bisa diambil pelajaran berharga,  bahwa sepatutnya seorang wanita yang sedang dilanda cemburu agar  menahan dirinya, sehingga perasaan cemburu tersebut tidak mendorongnya  melakukan pelanggaran syari’at, berbuat zhalim, ataupun mengambil  sesuatu yang bukan haknya. Maka janganlah mengikuti perasaan secara  membabi buta.
4). Seorang isteri yang bijaksana, ia tidak akan menyulut api cemburu  suaminya. Misalnya, dengan memuji laki-laki lain di hadapannya atau  menampakkan kekaguman terhadap penampilan laki-laki lain, baik  pakainnya, gaya bicaranya, kekuatan fisiknya dan kecerdasannya. Bahkan  sangat menyakitkan hati suami, jika seorang isteri membicarakan tentang  suami pertamanya atau sebelumnya. Rata-rata laki-laki tidak menyukai itu  semua. Karena tanpa disadarinya, pujian tersebut bermuatan merendahkan  “kejantanan”nya, serta mengurangi nilai kelaki-lakiannya, meski tujuan  penyebutan itu semua adalah baik. Bahkan, walaupun suami bersumpah tidak  terpengaruh oleh ungkapannya tersebut, tetapi seorang isteri jangan  melakukannya. Sebab seorang suami tidak akan bisa melupakan itu semua  selama hidupnya.
5). Ketahuilah wahai para isteri! Bahwa yang menjadi keinginan  laki-laki di lubuk hatinya adalah jangan sampai ada orang lain dalam  hati dan jiwamu. Tanamkan dalam dirimu bahwa tidak ada lelaki yang  terbaik, termulia, dan lainnya selain dia.
6). Wahai, para isteri! Jadikanlah perasaan cemburu kepada suami  sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepadanya. Jangan menjadikan  ia menoleh kepada wanita lain yang lebih cantik darimu. Berhias  dirilah, jaga penampilan di hadapannya agar engkau selalu dicintai dan  disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga suami tidak membutuhkan  cinta selain darimu. Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa, perasaan dan  daya tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau menjauh darimu.  Berikan padanya kesempatan istirahat yang cukup. Perdengarkan di  telinganya sebaik-baik perkataan yang engkau miliki dan yang paling ia  senangi.
7). Wahai, para isteri! Janganlah engkau mencela kecuali pada dirimu  sendiri, bila saat suamimu datang wajahnya dalam keadaan bermuram durja.  Jangan menuduh –salah- kecuali pada dirimu sendiri, bila suamimu lebih  memilih melihat orang lain dan memalingkan wajah darimu. Dan jangan pula  mengeluh bila engkau mendapatkan suamimu lebih suka di luar daripada  duduk di dekatmu. Tanyakan kepada dirimu, mana perhatianmu kepadanya?  Mana kesibukanmu untuknya? Dan mana pilihan kata-kata manis yang engkau  persembahkan kepadanya, serta senyum memikat dan penampilan menawan yang  semestinya engkau berikan kepadanya? Sungguh engkau telah berubah di  hadapannya, sehingga berubah pula sikapnya kepadamu. Lebih dari itu,  engkau melemparkan tuduhan terhadapnya karena cemburu butamu.
8). Dan ingatlah wahai para isteri! Suamimu tidak mencari perempuan  selain dirimu. Dia mencintaimu, bekerja untukmu, hidup senantiasa  bersamamu, bukan dengan yang lainnya. Bertakwalah kepada Allah Subhanahu  wa Ta’ala, ikutilah petunjuk-Nya dan percayalah sepenuhnya kepada  suamimu setelah percaya kepada Allah yang senantiasa menjaga  hamba-hamba-Nya yang selalu menjaga perintah-perintah-Nya, lalu  tunaikanlah yang menjadi kewajibanmu. Jauhilah perasaan was-was, karena  setan selalu berusaha untuk merusak dan mengotori hatimu
TIDAK BOLEHKAH CEMBURU?
Barangkali, di antara para isteri ada yang membantah dan berkata,  adalah kebodohon apabila seorang isteri tidak memiliki rasa cemburu pada  suaminya, padahal cemburu ini merupakan ungkapan cintanya kepada  suaminya, sekaligus sebagai bumbu penyedap yang bisa menimbulkan  keharmonisan, kemesraan dan kepuasan batin dalam kehidupan rumah tangga.
Ya, benar! Akan tetapi, apakah pantas bagi seorang isteri yang  berakal sehat, jika ia tenggelam dalam rasa cemburunya, sehingga  menenggelamkan bahtera kehidupan rumah tangganya, mencabik-cabik jalinan  cinta dan kasih-sayang dalam keluarganya, bahkan ia sampai terjangkiti  penyakit depresi, buruk sangka yang dapat membawanya kepada penyakit  psikis yang kronis, perang batin yang tidak berkesudahan, dan akhirnya  merusak akal sehatnya?
Memang sangat tipis, perbedaan antara yang benar dengan yang salah,  antara yang sakit dengan yang sehat, antara cemburu yang penuh dengan  kemesraan dengan cemburu yang membakar dan menyakitkan hati dikarenakan  penyakit kejiwaan yang berat. Namun, tetap ada perbedaan antara cemburu  dalam rangka membela kehormatan diri dan kelembutan karena didasari rasa  cinta kepada suami, dengan cemburu yang merusak dan membinasakan. Kalau  begitu, cemburulah wahai para isteri, dengan kecemburuan yang  membahagiakan suamimu, dan menampakkan ketulusan cintamu kepadanya!  Tetapi hindarilah kecemburuan yang merusak dan menghancurkan keluargamu.  Cemburulah demi memelihara harga diri dan kehormatan suami. Dan lebih  utama lagi, cemburu untuk membela agama Allah.
Isteri yang selalu memantau kegiatan suaminya, mencari-cari berita  tentangnya, serta selalu menaruh curiga pada setiap aktivitas suaminya,  bahkan cemburu kepada teman dan sahabatnya, maka inilah isteri yang  bodoh. Dengan sifatnya tersebut, maka kehidupan rumah tangganya, rasa  cinta, kepercayaan di antara keduanya akan terputus dan hancur. Dan bagi  wanita yang rasa cemburunya tersulut karena suatu sebab, kemudian ia  merasa hal itu tidak pada tempatnya, hendaklah ia menyadari  kesalahannya, lalu melakukan perbaikan atas sikapnya tersebut. Dan yang  paling penting adalah, tidak mengulangi lagi kesalahan serupa di  kemudian hari.
KECEMBURUAN LAKI-LAKI
Di antara salah satu adab pergaulan antara suami-isteri, yaitu  seorang suami seharusnya bersikap pertengahan dalam hal kecemburuan  kepada isteri, sehingga tidak terlalu berlebih-lebihan, atau sebaliknya  menganggap remeh sikap cemburu. Hendaknya ia melakukan tindakan  preventif. Jangan beriskap lengah terhadap hal-hal yang perlu  dikhawatirkan bahayanya. Tetap menjaga isterinya, namun dalam  batas-batas yang telah digariskan syari’at. Hal seperti ini dan  semisalnya, termasuk jenis cemburu yang terpuji. Adapun sikap cemburu  suami yang berlebih-lebihan serta prasangka yang tidak dilandasi bukti  dan akal sehat, dan juga selalu mengontrol dan mengawasi isteri dalam  segala perbuatannya, maka ini termasuk perbuatan yang tercela lagi  diharamkan.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,  sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian  mencari-cari kesalahan orang lain” [al Hujurat/49:12]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang para suami  mencari-cari kesalahan isteri. Sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa  sallam tegaskan dalam hadits: “Ada jenis cemburu yang Allah  membencinya. Yaitu kecemburuan suami kepada isteri yang tidak disertai  adanya indikasi kuat yang mendukungnya”.[8]
Barangsiapa mengabaikan sifat cemburu yang bisa lebih menguatkan  hubungan cinta di antara suami isteri, maka ia hidup dengan hati yang  rusak dan melenceng dari fitrahnya. Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada ad-dayyuts  pada hari kiamat, dan tidak akan memasukkannya ke dalam surga”.[9]
Dayyuts adalah, seorang  suami yang tidak memiliki sifat cemburu dan membiarkan isterinya  berbuat maksiat. Dan sebaliknya, suami yang terlalu berlebihan rasa  cemburunya akan hidup sengsara dan tersiksa, bahkan jarang seorang  isteri yang mampu hidup lama dengannya, karena selalu merasa diawasi dan  merasa tertekan.
Sikap yang wajar dalam masalah ini akan membawa dampak positif,  terpeliharanya harga diri, kehormatan dan tercapainya kehidupan yang  berbahagia. Sikap pertengahan dalam menyikapi rasa cemburu, artinya ia  menjauh dari berprasangka buruk, tidak mencari-cari satu perkara secara  mendetail bila tidak perlu, menghindari sikap tergesa dalam menerima  berita -yang sengaja dihembuskan oleh orang yang mempunyai niat buruk-  tanpa menyaringnya, berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan  membahayakan, dan menjaga diri dari perilaku yang merusak. Jika hal itu  dapat dipenuhi, maka itulah keutamaan yang sebenarnya. Sebaliknya,  apabila tidak, maka akan membawa malapetaka bagi kehidupan rumah tangga.
Terkadang ada di antara para suami yang terjangkiti sifat cemburu  buta. Dia merasa cemburu (pada isterinya) dari semua orang, sehingga  isteri dilarang mengunjungi atau dikunjungi, meski kunjungan dari  orang-orang mulia dan terhormat. Suami tidak bisa menerima, jika pintu  rumahnya terbuka. Dia tidak merasa nyaman jika ada seseorang mengunjungi  isterinya, tanpa sepengetahuannya. Atau saat ia tidak berada di rumah.  Jika ia berangkat kerja, seluruh pintu ditutup, kunci-kunci dibawanya,  dan setelah pulang seluruh kamar dikelilingi dan diamati. Sampai-sampai  bila orang tua atau mahram dari isterinya datang berkunjung, maka harus  menunggu di luar rumah sampai suami yang pecemburu itu tiba. Sungguh ini  bisa menjadikan si isteri dan kerabatnya merasa tersinggung dan marah  karena merasa tidak dihargai.
Kepada suami yang memiliki sifat demikian, rasanya lebih adil dan  tepat jika dikatakan kepadanya: “Yang engkau lakukan itu, bukan termasuk  cemburu yang benar menurut agama. Juga bukan kecemburuan seorang yang  benar-benar disebut laki-laki. Itu tidak lebih sekedar kekhawatiran yang  berlebihan, sehingga dengannya engkau telah membelenggu isterimu dari  hak syar’inya. Dalam keadaan demikian, isterimu seperti bukan makhluk  hidup padahal bukan pula benda mati. Engkau telah memadamkan cahaya  kemuliaan dan kehormatannya. Nama baiknya akan menjadi pembicaraan di  tengah publik. Sekiranya engkau termasuk orang muslim yang benar, yang  berpegang pada akhlak dan etika Islam, tentu engkau akan melaksanakan  firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya:
 “Hai orang-orang  yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian  prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan  orang lain”. [al Hujurat/49:12].
Sebaliknya, ada seorang suami yang terpesona dengan peradaban modern  dan kemewahan duniawi. Maka diajaklah isterinya pergi ke tempat-tempat  hiburan, diberikanlah kebebasan kepada isterinya untuk berkenalan dengan  orang lain, yang baik maupun yang buruk akhlaknya. Hingga akhirnya si  isteri pun melakukan hal-hal yang dilarang agama. Ternyata kemudian, si  suami merasa cemburu. Sesampai di ke rumah, dihitunglah  kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat isterinya, hingga terjadilah  perselisihan di antara mereka. Namun suami ini tetap lalai dan belum  menyadari keteledorannya. Dia selalu saja membuka pintu rumahnya bagi  siapa pun, kawan-kawan atau koleganya. Dia tidak merasa berdosa jika  mereka datang saat ia tidak ada. Hingga akhirnya, jika telah ada berita  buruk tentang kehormatan isterinya, dia baru menyadari kelengahannya,  cemburu lagi, marah besar dan naik pitam.
Wahai, suami yang lalai! Kecemburuanmu tak lagi bermanfaat setelah  semua petaka itu terjadi. Kecemburuanmu adalah kecemburuan yang dibenci,  yang tidak membuahkan apa-apa selain kehancuran mahligai rumah  tanggamu. Maka tinggalkanlah kecemburuanmu yang palsu itu. Gantilah  dengan kecemburuan yang dibenarkan agama, yakni kecemburuan lelaki  sejati, kecemburuan yang bijak dan tidak membabi-buta. Itulah  kecemburuan yang dicintai Allah, yang tidak mungkin menjadi sebab  timbulnya hal-hal negatif di kalangan orang-orang baik dan terhormat.
Dengan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan di atas nilai-nilai  yang utama inilah, kebahagiaan hidup bagi seluruh lapisan masyarakat  bisa tercapai.
Wallahu a’lam.
  
Oleh
Ustadz Abu Sa’ad M Nurhuda
Maraji’ Utama :
- Tuhfatul-‘Arus, az-Zawaj as-Said fil-Islam, Majdi Muhammad asy-Syahawi, Aziz Ahmad al Aththar, Maktabah at-Taufiqiyyah.
- Tuhfatul-‘Arus aw az-Zawaj al Islamy as-Said, Mahmud Mahdi  al-Istanbuli, Darul-Ma’rifah, Darul-Baidha’, Cetakan ke-5, Tahun 1406.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun X/1428H/2007M.  Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi  Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Sunan al Baihaqi (7/308).
[2]. Hadist riwayat al Bukhari (5/2002).
[3]. Hadist riwayat al Bukhari (5/2003).
[4]. Lihat Fathul Bari (7/149 dan 9/236).
[5]. Hadist riwayat al Bukhari (5/2004).
[6]. Hadist riwayat Muslim (2/670), secara ringkas dari hadits yang panjang.
[7]. Hadist riwayat Ahmad. Lihat Majmu’ Zawaid (8/19).
[8]. Hadist riwayat al Bazzar dan ath-Thabrani. Lihat Majma’ az-Zawaid (7/320).
[9]. Hadits riwayat Ahmad (2/69, 128, 134).